Lembaran kain batik biasanya dipakai selaku materi pakaian. Namun ternyata kekayaan budaya nusantara yang telah diakui UNESCO itu, kini juga bisa dirasakan dalam bentuk lain seperti pot atau vas bunga, helm, celengan, tempat payung, hingga tea set.

Adalah Suyono yang mempunyai inspirasi cemerlang itu. Lewat jiwa seninya yang tinggi, Suyono mengganti sejumlah benda rumah tangga menjadi berhias batik. Namun, siapa sangka karya seninya yang cukup unik ini, bukanlah lukisan. Melainkan tempelan dari batik printing yang berasal dari kain perca.

Kisah Asal Mula Karya Pebisnis Batik

Suyono mengaku, awalnya tidak pernah mengkhususkan diri menciptakan bisnis kerajinan dari batik. Ia yang pernah sebelas tahun menjadi pegawai di perusahaan travel, mulanya hanya membuat lukisan saja. Namun, karena kalah berkompetisi lukisan buatannya lama lakunya.

Pada tahun 2010, di rumahnya di Kompleks Pondok Sukmajaya Permai, Depok, ia mulai coba-coba menciptakan pot tumbuhan dari batik. Tapi, hasilnya tidak pernah bagus dan selalu gagal. Pengalaman itu terus dirasakannya sampai empat tahun. Tapi, bukan Suyono namanya kalau langsung mengalah.

Lewat banyak sekali inovasi ia kesannya bisa menciptakan pot batik dengan hasil yang memuaskan. Lebih menggembirakan lagi, pot batik buatannya menerima sambutan cukup baik di golongan pelanggan. Ia pun makin semangat berinovasi menciptakan sejumlah karya dari batik mulai dari piring, teko, mug, hingga asbak pun menjadi target kreativitasnya.

Untuk mendongkrak pemasaran barangnya, Suyono juga tekun mengikuti banyak sekali event pameran hingga ke banyak sekali provinsi. Perhatian Pemkot Depok juga dirasakannya cukup menolong baik dalam hal promosi, bazar, seminar, hingga memfasilitasi pendidikan dan latihan (Diklat) teknik pengemasan barang.

Tanpa Mesin Hanya Buatan Tangan

Suyono mengaku, kerajinan yang dibuatnya hanya mengandalkan tangan. Mulai dari proses penempelan kain batik, mendempul, mempernis, mengamplas, sampai finishing semua dilakukan tanpa sumbangan mesin. Ia juga tidak memiliki karyawan, itulah sebabnya, ia tidak dapat menjadikannya secara massal.

Tak heran dalam sebulan, ia cuma bisa menciptakan sekitar 20 kerajinan dan lazimnya barang-barang itu pribadi habis dibeli pelanggan.

Untuk 1 paket tea set (tempat minum teh) ia umummenjualnya seharga Rp 300 ribu. Sedangkan untuk pot plastik ukuran besar ia menjualnya seharga Rp 300-400 ribu. Harga murah untuk karya seni yang sangat artistik itu, menjadikannya banyak digemari pembeli. Bahkan, pembeli tidak hanya tiba dari Indonesia saja, beberapa orang dari mancanegara juga pernah berbelanja karyanya.

“Pernah ada yang beli celengan batik dari Jerman. Ada juga yang pernah beli dari Malaysia, seluruhnya saya jual dalam bentuk rupiah,” katanya.

Ia mengaku, meski cuma ditempel pada benda, bukan memiliki arti perkara mudah supaya menjadikannya terlihat cantik. Butuh ketelian dan kehati-hatian. Sebab, kalau salah memasang, akan terlihat mirip tempelan. Dengan ketelitian Suyono, tempelan kain batik itu tak ubahnya seperti lukisan.

Tak Pelit Berbagi Ilmu

Tea Set Batik Karya Suyono Namun, Suyono juga tak pernah berpuas diri. Selain terus berguru dengan menciptakan inovasi gres. Ia juga kerap membagikan ilmunya terhadap ibu-ibu rumah tangga sekitar rumahnya secara gratis. Sejumlah anak sekolah juga kerap minta diajarinya dan ia bahagia bisa menularkan ilmunya kepada orang lain.

“Kalau untuk berguru profesional biayanya Rp 750 ribu sampai Rp 1,7 juta. Kalau berbakat, seharian juga sudah bisa,” ucapnya.

Menurutnya, asal ada kemauan semua orang bisa melakukannya. Bahkan, anak bungsunya yang masih bersekolah Sekolah Dasar-pun kini sudah bisa menciptakan sejumlah produk kerajinan dari batik. Ia juga punya obsesi bisa mengajarkan keahliannya itu kepada anak jalanan. Dengan kemampuan yang potensial membuka lapangan kerja baru itu, ia berharap anak jalanan bisa memandang hari depan dengan cerah.

“Saya ingin mengembangkan ilmu kepada semua orang. Bahkan, kalau diminta mengajar ke tempat pun saya lakukan. Saya tidak takut barang saya ditiru, sehingga kerajinan ini tidak saya patenkan. Saya bahagia kalau ada yang bisa meneruskan kemampuan ini,” tandasnya.

Demikian artikel ini, semoga mengispirasi.